Senin, 24 Oktober 2016

IBADAHNYA SIH RAJIN, TAPI KELAKUANNYA KOK SEPERTI ITU...?

Keluasan pemahaman dan wawasan agama bukan jaminan seseorang jadi orang baik. Yang jelas, ketika seseorang memiliki dan memahami ilmu agama yang baik, ia telah diberi petunjuk (hidayatul ‘ilmi) oleh Allah SWT untuk menjadi orang baik.

Demikian juga aktivitas seseorang dalam sebuah ormas Islam, lembaga Islam, partai Islam, atau organisasi dakwah bukan jaminan ia berakhlak baik. Namun, aktivitasnya di lembaga sebuah hal positif karena ia berada di lingkungan yang semestinya Islami.

Yang pasti, mukmin terbaik adalah yang paling baik perilakunya. “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Yang membuat seseorang itu baik, menyenangkan, dan menenangkan bagi sekitarnya adalah akhlak –budi pekerti atau perangai. Bisa jadi, yang paham agama atau aktivis Islam, tidak menyenangkan karena akhlaknya buruk.

Itulah sebabnya, misi utama Rasulullah Saw sebagai nabi dan utusan Allah, menyebarkan agama Islam, adalah “liutammima makarimal akhlaq”, menyempurnakan akhlak mulia (HR. Imam Ahmad dan Al-Hakim).

Akhlak mulia (Akhlaqul Karimah) merupakan manifestasi keimanan dan keislaman seseorang. Akhlak ini melahirkan perilaku yang senantiasa berdasarkan nilai-nilai Islam sebagaimana dipraktikkan oleh Nabi Saw dan para sahabat.

Akhlak mulia Rasul Saw tercermin dalam karakternya yang dikenal terpercaya (amanah), selalu berkata benar dan jujur (shidiq), santun, membela kaum lemah (dhuafa), pemaaf, dan sebagainya.

Termasuk akhlak mulia adalah ikhlas, menghindari riya (pamer amal), menjauhi ghibah (membicarakan aib orang lain), menolak hasad (iri hati kepada orang lain yang sukses atau mendapatkan nikmat), dan sebagainya.

Rajin ibadah, namun akhlaknya kepada manusia buruk, bukan jaminan masuk surga.

“Ada beberapa orang yang datang menemui Rasulullah saw, lalu berkata, ‘Wahai Rosulullah, si fulanah adalah orang yang rajin shalat, puasa, dan mengeluarkan zakat, tapi ia juga sering berbuat jahat terhadap tetangganya. Lantas Rasulullah saw bersbda, “Dia adalah penghuni neraka”. Lalu ada yang berkata kepada Rosulullah, bahwa ada seorang perempuan yang shalatnya biasa-biasa, begitu juga dengan puasa yang dilakukan dan zakat yang dikeluarkannya, tapi ia tidak pernah berbuat jahat terhadap tetangganya. Mendengar hal itu, beliau bersabda, “Dia adalah penghuni surga” (HR Imam Ahmad dan Al-Hakim).

Beberapa Makna

“Akhlak yang mulia adalah berwajah ceria, memberikan kebaikan, dan menahan diri dari gangguan” (Ibnul Mubarak, Jami’ul Ulum wal Hikam).

“Akhlak mulia itu dengan bersabar atas gangguan manusia, tidak marah, dan tidak berlaku kasar kepada mereka” (Imam Ahmad bin Hambal, Adab Syar’iyah).

“Asas akhlak mulia terhadap sesama manusia adalah engkau menyambung persahabatan terhadap orang yang memutusmu dengan memberi salam, memuliakan, mendoakan kebaikannya, memuji dan mengunjunginya” (Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa).

“Akhlak yang mulia asasnya adalah sabar dan lembut, sehingga menghasilkan sifat pemaaf, berlapang dada, bermanfaat bagi manusia, sabar atas gangguan serta membalas kejelekan dengan kebaikan” (Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Riyadhun Nadhirah).

“Agama ini seluruhnya akhlak, barangsiapa memperbaiki akhlaknya maka baik pula agamanya” (Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin).

Rasulullah Saw pernah ditanya tentang amalan apa yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga, maka beliau menjawab: “Taqwallahi wa husnul khuluq”, takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Hakim dari Abu Hurairah). Wallahu a’lam.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar